DELAPAN
JAM BERTUMPU DIATAS KAKI
Oleh:
Islamuddin syam
Kamis,
29 Maret 2012
Pagi
yang cerah secerah hati kami semua. Hari ini kami akan melakukan perjalanan
menuju kota kecamatan di Lengko Elar untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) 2012. Saya berangkat dengan empat
rekan SM-3T dan seorang guru mengantarkan 35 orang siswa yang siap mengharumkan
nama sekolah. Awalnya saya sempat ragu untuk ikutserta dalam perjalanan ini
karena menurut beberapa warga jarak dari dusun kami Lengko Elar memakan waktu
sekitar 10 jam dengan jalan kaki. “Wah...penduduk asli yang sudah terbiasa
jalan kaki saja sampai 10 jam, bagaimana dengan kami?”
Iya,
perjalanan menuju Lengko Elar akan kami tempuh dengan jalan kaki. Hal ini
disebabkan karena tidak ada kendaraan yang langsung menuju ke sana dan jika
menyewa mobil pasti akan memakan biaya yang tidak sedikit, sedangkan biaya yang
disediakan sekolah untuk kegiatan ini tidak seberapa. Untuk makan kami selama
disana saja, siswa harus mengumpulkan 1 kg beras per orang. Inilah kami jauh
diatas awan berjalan mendaki gunung, merayap menuruni lembah, berlari membelah
hutan belantara demi satu tujuan, untuk memberitahu semua bahwa kami ada.
Dengan
kebulatan tekat, akhirnya saya memutuskan untuk turut serta mendampingi
siswa-siswa. Pukul 08:0 tepat semua sudah berkumpul di depan posko, kami awali
dengan apel dan berdoa bersama sebelum berangkat. Banyak orang tua yang turut
hadir waktu itu, ada yang datang
mengantarkan anaknya, ada juga yang datang memberi sedikit petuah dan semangat.
Maklum saja ini kali pertama SMP Negeri 6 Elar turut serta dalam kegiatan
perlombaan seperti ini.
Kami
pun berangkat dengan penuh suka cita, senyum semangat tampak terpancar dari
wajah siswa-siswa, entah karena ingin bertanding membawa harum nama sekolah,
atau karena ini pertama kalinya mereka akan menginjakkan kaki di Lengko Elar.
Sepanjang perjalanan terdengar canda tawa dari mereka, ada yang main
tebak-tebakan, ada yang saling olok, ada yang menyanyi dan masih banyak lagi tingkah
mereka.
Dari
posko kami mengambil jalan potong menuju Mulu, kemudian dari Mulu kami berjalan
mengikuti jalan raya menuju Cabang Lima. Sepanjang perjalanan dari Mulu ke
cabang Lima, saya merasa kami seolah-olah seperti atlet-atlet Olimpiade ketika
pawai memasuki lapangan. Sambil tersenyum orang-orang melambaikan tangan kepada
kami. Mereka juga melontarkan kata-kata semangat, yang semakin membuat kami
melangkah dengan pasti dan yakin kalau kami bisa.
“Kak,
saya yakin saya pasti juara”. Ucap tiba-tiba salah satu siswa yang berjalan
disampingku. Saya senang dia begitu semangat, rasa percaya diri tampak
terpancar dari sorot matanya. Saya hanya meng-amin-kan perkataannya sambil
tersenyum.
Kami
jalan berkelompok-kelompok sesuai dengan kecepatan jalan masing-masing. Tapi
setiap kelompok didampingi oleh seorang guru. Jumlah guru yang ikut dalam
perjalanan ini ada enam orang, kami lima orang guru SM-3T dari Makassar dan
Manado, sedangkan yang satunya lagi Pak Toby, PNS disekolah kami.
***
Matahari mulai meninggi, cucuran keringat mulai mengalir
dari pori-pori di setiap inci kulit kami. Sekitar pukul 09:30 akhirnya kami
tiba juga di Cabang Lima. Dari kejauhan tampak Pak Erlin dan Pak Feliks bersama
beberapa anak laki-laki, mereka tiba duluan di Cabang Lima. Tidak lama setelah
semua berkumpul dan melepas dahaga, kamipun melanjutkan perjalanan.
“Cukup istirahatnya, kita lanjut sekarang, Saya harap
semua tetap semangat karena kata pak Toby kita akan jalan mengikuti jalan
potong yang mendaki”. Kata Pak Erlin.
“Iya, yang mau jalan duluan ikut saya, nanti yang lainnya
ikut. Istrahat selanjutnya di tower, di kampung Lengor”. Sambung Pak Toby.
“Oh, sekalian kita makan siang disana, yang sampai duluan
jangan langsung makan yah! Nanti semuanya berkumpul, baru kita makan bersama.
OK?”. Lanjut Pak Erlin
“ Oke Pak”. Balas anak-anak
Kamipun melanjutkan perjalanan, rute kali ini dari Cabang
Lima ke Lengor melalui jalan potong yang sempit, mendaki dan terjal. Untung saja
waktu itu tidak hujan. Jalanan yang kering saja susah untuk dilalui apalagi
kalau basah.
“Oke biar semangat kita putar musik yah?”. Kataku yang
langsung disambut dengan seruan tanda setuju dari mereka. Nampak wajah lelah
mulai menghiasi wajah setiap siswaku. Jalan yang dilalui kali ini begitu
menguras tenaga. Kadang saat menanjak kami harus berpegangan pada ranting jambu
biji yang tumbuh liar. Atau saling tarik, untuk melewati satu titik terjal.
Setelah mendaki kurang lebih 20 menit, kami beristrahat
sejenak. Sebuah tanah lapang yang dipenuhi dengan pohon jambu biji. Banyak
anak-anak yang berlarian, mengintip setiap celah dari pohon jambu biji. Tak
usah ditanya lagi, mereka mencari buahnya. Yah...lumayan sedikit untuk
mengganjal perut.
“Kak, ini jambu biji”. Salah seorang siswa menawarkan
jambu biji yang besar ditangannya. Tampa basa basi langsung saya ambil.
“Ayo jalan lagi, nanti kita semakin ketinggalan dari yang
lainnya!” Perintahku.
Sedikit agak lega jalan yang kami tempuh sekarang agak
rata dibandingkan yang tadi. Anak-anak mulai jalan lagi sambil
berkejar-kejaran. Canda tawa kembali mengiringi langkah kami. Dan kini giliran
Agnes Monica yang kembali menghibur kami dengan lagu Shake it off-nya.
Tanah lapang telah kami lalui. Di hadapan kami sekarang
kembali tersaji sebuah jalan yang siap kami daki. Jalan setapak mulai kami
telusuri, yang setiap saat terasa semakin terjal. Langkah kami kembali melambat
saat lutut harus bekerja keras menopang beban. Jalan yang kami lalui berada
tepat dipinggir ladang warga. Kami terus mendaki dengan pori-pori yang terus
meluapkan laharnya
“Iya, ayo semangat! Kita isterahat diatas.” Teriakku
dengan kerongkongan yang kering untuk membakar semangat mereka.
Kami terus berjalan selangkah demi selangkah, sampai
akhirnya kami putuskan untuk mengganti air yang dimuntahkan pori-pori kulit
kami. Tapi celakanya dari kami bersembilan, yang masih mempunyai air minum sisa
3 orang, itupun dengan botol kecil yang terisi tinggal separuh. “Mana Cukup”.
Pikirku
Akhirnya air itu kami bagi sembilan.
“Pak, itu mama tua yang punya kebun.” Kata Yunita, salah
satu siswaku.
“Saya kesana dulu pak yah.” Lanjutnya
Saya mengangguk dan kemudian dia pun berjalan ketengah
ladang, menuju pondok dimana sang mama tua berada. Tampak mereka bercakap
sedikit, kemudian berjalan beriringan menuju suatu tempat yang dipenuhi
tumbuhan merambat. Mentimun.
“Oh rupanya Yunita minta mentimun.” Pikirku
Yunita pun ke arah kami. Dengan mata berbinar dia
menyerahkan tiga buah mentimun yang besar. Lumayan untuk mengobati rasa haus
yang membakar tenggorokan.
“Ini, Pak saja yang bagi biar adil.” Kata Yunita
“Bagi kah Pak.” Sahut anak-anak yang lain bergantian
“Iya, sabar. Ada yang bawa pisau tidak?” Kataku
“Eh jangan lupa semuanya ucap terima kasih sama Mama
tua.”
Kamipun melambaikan tangan dan berteriak mengucapkan
terima kasih pada mama tua. Mama tua dari pondoknya nampak membalas lambaian
tangan kami.
Semua sudah kebagian mentimun. Mentimun segar itu
mengobati dengan sekejap rasa haus kami. Kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan
yang kami lalui masih mendaki. Hanya saja kali ini daerah yang kami lalui
perkebunan kopi. Dengan berpegangan pada ranting-ranting kopi, kami terus melangkah.
Menanjak dengan seribu harapan.
***
coba...wow
ReplyDeletedi daerah mana?
ReplyDeleteDi kecamatan Elar kab. manggarai Timur
Delete