Diterbitkan di Elektro Indonesia no. 31/VI, Mei 2000
Suatu ketika Hamlet berkata pada Horotio : masih lebih banyak lagi sesuatu
di sorga dan di bumi dari pada apa yang dimimpikan dalam filsafatmu, Horotio.
Kalimat tersebut barangkali tepat pula bila ditujukan kepada para fisikawan di
akhir abad ke-19. Memasuki permulaan abad ke-19, perkembangan dalam penelitian
fisika klasik dapat dikatakan tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pada saat
itu, hampir semua bidang studi yang berhubungan dengan fisika, seperti
mekanika, gelombang, bunyi, optik, listrik, magnet dan sebagainya telah
dikuasai semuanya. Menjelang akhir abad ke-19, sebagian besar fisikawan merasa
puas dengan pengetahuan yang mereka kuasai. Mereka mengira bahwa setiap hal
penting dalam fisika sudah diketahui, dan merasa tidak akan ada lagi
penemuan-penemuan besar untuk menjelaskan fenomena alam. Persoalan-persoalan
yang masih ada dalam fisika diyakini akan dapat dipecahkan menggunakan kerangka
teori yang suatu ketika dapat ditemukan.
Teori Kuantum
Pada tahun 1900, fisikawan berkebangsaan Jernam Max Planck (1858-1947),
memutuskan untuk mempelajari radiasi benda hitam. Beliau berusaha untuk
mendapatkan persamaan matematika yang menyangkut bentuk dan posisi kurva pada
grafik distribusi spektrum. Planck menganggap bahwa permukaan benda hitam
memancarkan radiasi secara terus-menerus, sesuai dengan hukum-hukum fisika yang
diakui pada saat itu. Hukum-hukum itu diturunkan dari hukum dasar mekanika yang
dikembangkan oleh Sir Isaac Newton. Namun dengan asumsi tersebut ternyata
Planck gagal untuk mendapatkan persamaan matematika yang dicarinya. Kegagalan
ini telah mendorong Planck untuk berpendapat bahwa hukum mekanika yang
berkenaan dengan kerja suatu atom sedikit banyak berbeda dengan hukum Newton.
Max Planck mulai dengan asumsi baru, bahwa permukaan benda hitam tidak
menyerap atau memancarkan energi secara kontinyu, melainkan berjalan sedikit
demi sedikit dan bertahap-tahap. Menurut Planck, benda hitam menyerap energi
dalam berkas-berkas kecil dan memancarkan energi yang diserapnya dalam
berkas-berkan kecil pula. Berkas-berkas kecil itu selanjutnya disebut kuantum.
Teori kuantum ini bisa diibaratkan dengan naik atau turun menggunakan tangga.
Hanya pada posisi-posisi tertentu, yaitu pada posisi anak tangga kita dapat
menginjakkan kaki, dan tidak mungkin menginjakkan kaki di antara anak-anak
tangga itu. Dengan hipotesa yang revolusioner ini, Planck berhasil menemukan
suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai
dengan data percobaan yang diperolehnya. Persamaan tersebut selanjutnya disebut
Hukum Radiasi Benda Hitam Planck yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang
dipancarkan dari suatu benda hitam berbeda-beda sesuai dengan panjang gelombang
cahaya. Planck mendapatkan suatu persamaan : E = hn, yang menyatakan bahwa
energi suatu kuantum (E) adalah setara dengan nilai tetapan tertentu yang
dikenal sebagai tetapan Planck (h), dikalikan dengan frekwensi (n) kuantum
radiasi. Hipotesa Planck yang bertentangan dengan teori klasik tentang
gelombang elektromagnetik ini merupakan titik awal dari lahirnya teori kuantum
yang menandai terjadinya revolusi dalam bidang fisika. Terobosan Planck
merupakan tindakan yang sangat berani karena bertentangan dengan hukum fisika
yang telah mapan dan sangat dihormati. Dengan teori ini ilmu fisika mampu
menyuguhkan pengertian yang mendalam tentang alam benda dan materi. Planck
menerbitkan karyanya pada majalah yang sangat terkenal. Namun untuk beberapa
saat, karya Planck ini tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat ilmiah saat
itu. Pada mulanya, Planck sendiri dan fisikawan lainnya menganggap bahwa
hipotesa tersebut tidak lain dari fiksi matematika yang cocok. Namun setelah
berjalan beberapa tahun, anggapan tersebut berubah hingga hipotesa Planck
tentang kuantum dapat digunakan untuk menerangkan berbagai fenomena fisika.
Pengakuan terhadap Teori Kuantum
Teori kuantum sangat penting dalam ilmu pengetahuan karena pada prinsipnya
teori ini dapat digunakan untuk meramalkan sifat-sifat kimia dan fisika suatu
zat. Pengakuan terhadap hasil karya Planck datang perlahan-lahan karena
pendekatan yang ditempuhnya merupakan cara berfikir yang sama sekali baru.
Albert Einstein misalnya, menggunakan konsep kuantum ini untuk menjelaskan efek
foto listrik yang diamatinya. Efek foto listrik merupakan fenomena fisika
berupa pancaran elektron dari permukaan benda apabila cahaya dengan energi
tertentu menimpa permukaan benda itu. Semua logam dapat menunjukkan fenomena
ini. Penjelasan Einstein mengenai efek foto listrik itu terbilang sangat
radikal, sehingga untuk beberapa waktu tidak diterima secara umum. Namun ketika
Einstein menerbitkan hasil karyanya pada tahun 1905, penjelasannya memperoleh
perhatian luas di kalangan fisikawan. Dengan demikian, penerapan teori kuantum
untuk menjelaskan efek foto listrik telah mendorong ke arah perhatian yang luar
biasa terhadap teori kuantum dari Planck yang sebelumnya diabaikan.
Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti
jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya
mengenai spektrum atom hidrogen. Bohr mengemukakan teori baru mengenai struktur
dan sifat-sifat atom. Teori atom Bohr ini pada prinsipnya menggabungkan teori
kuantum Planck dan teori atom dari Ernest Rutherford yang dikemukakan pada
tahun 1911. Bohr mengemukakan bahwa apabila elektron dalam orbit atom menyerap
suatu kuantum energi, elektron akan meloncat keluar menuju orbit yang lebih
tinggi. Sebaliknya, jika elektron itu memancarkan suatu kuantum energi,
elektron akan jatuh ke orbit yang lebih dekat dengan inti atom.
Dengan teori kuantum, Bohr juga menemukan rumus matematika yang dapat
dipergunakan untuk menghitung panjang gelombang dari semua garis yang muncul
dalam spektrum atom hidrogen. Nilai hasil perhitungan ternyata sangat cocok
dengan yang diperoleh dari percobaan langsung. Namun untuk unsur yang lebih
rumit dari hidrogen, teori Bohr ini ternyata tidak cocok dalam meramalkan
panjang gelombang garis spektrum. Meskipun demikian, teori ini diakui sebagai
langkah maju dalam menjelaskan fenomena-fenomena fisika yang terjadi dalam
tingkatan atomik. Teori kuantum dari Planck diakui kebenarannya karena dapat
dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena fisika yang saat itu tidak bisa
diterangkan dengan teori klasik. Pada tahun 1918 Planck memperoleh hadiah Nobel
bidang fisika berkat teori kuantumnya itu. Dengan memanfaatkan teori kuantum
untuk menjelaskan efek foto listrik, Einstein memenangkan hadiah Nobel bidang
fisika pada tahun 1921. Selanjutnya Bohr yang mengikuti jejak Einstein
menggunakan teori kuantum untuk teori atomnya juga dianugerahi hadiah Nobel
Bidang fisika tahun 1922.
Tiga hadiah Nobel fisika dalam waktu yang hampir berurutan di awal abad
ke-20 itu menandai pengakuan secara luas terhadap lahirnya teori mekanika
kuantum. Teori ini mempunyai arti penting dan fundamental dalam fisika. Di
antara perkembangan beberapa bidang ilmu pengetahuan di abad ke-20,
perkembangan mekanika kuantum memiliki arti yang paling penting, jauh lebih
penting dibandingkan teori relativitas dari Einstein. Oleh sebab itu, Planck
dianggap sebagai Bapak Mekanika Kuantum yang telah mengalihkan perhatian
penelitian dari fisika makro yang mempelajari objek-objek tampak ke fisika
mikro yang mempelajari objek-objek sub-atomik. Dengan adanya perombakan dalam
penelitian fisika yang dimulai sejak memasuki abad ke-20 ini, maka perhatian
orang mulai tertuju ke arah penelitian atom, dan melalui penjelasan teori
kuantum inilah manusia mampu mengenali atom dengan baik.
Sebagai konsekwensi atas beralihnya bidang kajian dalam fisika ini, maka
muncullah beberapa disipilin ilmu spesialis seperti fisika nuklir dan fisika
zat padat. Fisika nuklir yang perkembangannya cukup kontraversial kini
menawarkan berbagai macam aplikasi praktis yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan. Energi nuklir misalnya, saat ini telah mensuplai sekitar 17 %
kebutuan energi listrik dunia. Sedang perkembangan dalam fisika zat pada telah
mengantarkan ke arah revolusi dalam bidang mikro elektronika, dan kini sedang
menuju ke arah nano elektronika.
Cairan Kuantum
Setelah berumur hampir seabad, teori kuantum masih tetap mendapatkan
perhatian yang sangat besar di kalangan fisikawan. Hal ini terbukti dengan
dimenagkannya hadiah Nobel bidang fisikat untuk tahun 1998 ini oleh tiga
kampium fisika kuantum akhir abad 20. Komite Nobel Karolinska Institute di
Stockholm, Swedia, pada tanggal 13 Oktober 1998 mengumunkan Prof. Robert B.
Laughlin (universitas Stanford, California), Prof. Daniel C. Tsui (Universitas
Princeton) dan Prof. Horst L. Stoemer (fisikawan berkebangsaan Jerman yang
bekerja di Universitas Columbia, New York dan sebagai peneliti di Bell Labs,
New Yersey) sebagai nobelis fisika tahun 1998.
Pada tahun 1982, Horst L. Stoemer dan Daniel C. Tsui melakukan eksperimen
dasar menggunakan medan magnet sangat kuat pada temperatur rendah berupa
superkonduktor yang didinginkan helium cair. Para nobelis fisika itu berjasa
dalam penemuan mekanisme aksi elektron dalam medan magnet kuat sehingga
membentuk partikel-partikel elementer baru yang bermuatan mirip elektron. Pada
tahun yang bersamaan, Robert B. Laughlin juga menginformasikan fenomena serupa.
Melalui analisa fisika teori, mereka berhasil menunjukkan bahwa
elektron-elektron dalam medan magnet sangat kuat dapat berkondensasi membentuk
semacam cairan sehingga melahirkan apa yang disebut sebagai cairan kuantum.
Hasil yang diperoleh ketiga fisikawan tadi sangat penting artinya bagi para
peneliti dalam memahami struktur suatu materi, termasuk pembuatan aneka
perangkat superkonduktor. Temuan itu juga merupakan terobosan dalam
pengembangan teori dan eksperimen fisika kuantum serta pengembangan
konsep-konsep baru dalam beberapa cabang fisika moderen. Para nobelis fisika
sama-sama mempunyai latar belakang riset dalam pengembangan fisika kuantum yang
mempunyai peran penting bagi kemajuan riset pengembangan perangkat fotonik.
Temuan para nobelis fisika tahun 1998 ini telah memungkinkan efek kuantum
menjadi mudah diamati. Fenomena Efek Hall (Hall effect) dalam fisika yang
pertama kali dilaporkan oleh Edwin H. Hall pada tahun 1879 dan sangat
menakjubkan itu, kini seakan-akan dapat diamati oleh para fisikawan di manapun.
Komputer Fotonik
Kiprah mekanika kuantum di masa-masa mendatang barang kali masih akan tetap
diperhitungkan. Misteri lain yang mungkin lebih besar barangkali masih
tersimpan dalam teori kuantum itu. Paling tidak para ilmuwan berharap, dengan
mengendarai kuantum mereka akan sampai pada tujuan mewujudkan impian berupa
hadirnya perangkat fotonik serta gagasan pembuatan komputer fotonik (komputer
kuantum) yang akan mencerahkan kehidupan manusia di awal milenium ketiga ini.
Arun N. Netravali, ilmuwan berdarah India yang menjabat Vice President Research
Lucent Technology dan Direktur Bell Labs di AS, telah melakukan terobosan dalam
proses pembuatan prosesor fotonik, sehingga beliau pada tahun 1998 menerima penghargaan
tertinggi dari perusahaan elektronik NEC, Jepang. Basis dari perangkat fotonik
ini bukan lagi pada teknologi silikon seperti yang saat ini banyak
diaplikasikan, melainkan mulai bergerak menuju teknologi foton yang
memanfaatkan cahaya.
Para ilmuwan sebetulnya sudah sejak lama berusaha mencari alternatif lain
dalam mengembangkan komputer elektronik. Mereka umumnya melirik jalam untuk
beralih dari komputer elektronik ke komputer fotonik. Banyak kelebihan yang
dimiliki komputer fotonik ini jika kelak benar-benar bisa diwujudkan, yaitu :
- Pada komputer elektronik sinyal dibawa oleh berkas elektron, sedang pada komputer fotonik sinyal itu dibawa oleh foton (gelombang elektromagnetik) dalam bentuk cahaya tampak.
- Gerak atau cepat rambat foton cahaya paling tidak mencapai tiga kali lebih cepat dibandingkan cepat rambat elektron. Oleh sebab itu, komputer fotonik akan bekerja jauh lebih cepat dibandingkan komputer elektronik yang saat ini beredar.
- Semua cahaya tidak dapat saling mengganggu (berinterferensi) kecuali jika cahaya-cahaya itu berasal dari satu sumber. Di samping itu, cahaya dapat merambat di dalam serat optis yang lebih ringan dibandingkan logam (tembaga) yang saat ini dipakai sebagai media aliran elektron pada komputer elektronik.
- Pada komputer elektronik data disimpan dalam medium dua dimensi seperti pita magnetik dan yang lainnya, sedang pada komputer fotonik data dapat disimpan secara tiga dimensi dalam medium yang ketebalannya berorde mikro meter. Jadi satu penyimpan fotonik bisa memiliki kapasitas yang setara dengan ribuan penyimpan elektronik.
Kini para ilmuwan telah berhasil
menghadirkan sumber cahaya dalam bentuk laser semikonduktor dan LED (Light
Emitting Diode) yang dapat dipakai sebagai sumber pembawa sinyal pada komputer
fotonik. Teknologi serat optis pun sudah berkembang sedemikian rupa sehingga
siap mendukung tampilnya perangkat fotonik. Riset menuju terwujudnya komputer
fotonik berkembang sangat pesat dan telah mencapai tingkat yang sangat
mengagumkan. Tidak mustahil jika komputer fotonik ini akan segera hadir di
hadapan kita dan ikut meramaikan unjuk kecanggihan teknologi moderen di awal
milenium tiga ini.
No comments:
Post a Comment