Fisika dan Kartun *
Salomo Simanungkalit
Salomo Simanungkalit
* Diterbitkan di Kompas, 25 Oktober 2001 (Kamis)
FISIKA agaknya mulai jadi momok murid
SLTA akhir tahun 1970-an. Waktu itu mekanika sebagai bagian dari fisika
diberikan di kelas satu, enam bulan sebelum pembagian jurusan. Sebelumnya
mekanika -yang lebih dikenal sebagai ilmu pesawat-hanya untuk murid kelas dua
dan tiga jurusan paspal.
Mekanika diajarkan di kelas lebih
lanjut karena satu alasan . Trigonometri, bidang matematika yang berurusan
dengan ilmu ukur sudut, baru diperkenalkan di tingkat SLTA, belum seperti
sekarang: di tingkat SLTP. Perlu satu tahun akrab dengan bidang ini sebelum berkenalan
dengan mekanika yang memang sarat penggunaan trigonometri.
Muatan kurikulum di akhir tahun
1970-an rupanya lebih maju dari sebelumnya. Selain memperkenalkan mekanika
sejak di kelas satu, buku pegangan fisika yang dikeluarkan Departemen P dan K ketika
itu, dalam jilid mekanika, malah menggunakan kalkulus diferensial untuk
merumuskan gerak benda. Ketika mendeskripsikan fenomena magnet-listrik pada
jilid lain, alat yang digunakan makin canggih: kalkulus integral.
Kalkulus sebagai matematika memang mengasyikkan
bagi mereka yang pernah duduk di bangku fakultas eksak. Ia dapat digunakan
untuk bermacam keperluan, menjelaskan fenomena alam sampai menyelesaikan
masalah-masalah keteknikan. Namun kalkulus dalam fisika, yang dimulai
mahafisikawan Isaac Newton pada buku monumentalnya Principia, bisa menjadi
pedang bermata dua bagi murid-murid SLTA.
Murid mengidentikkan fisika dengan
matematika. Mereka yang "berbakat" menyambutnya dengan Alleluia.
Sebaliknya yang masih tersendat-sendat dengan matematika-dan ini bagian
terbesar dari murid SD sampai SLTA di Indonesia-menghadapi fisika dengan
Requiem aeternam.
Ketersendat-sendatan anak Indonesia
dengan matematika masih bisa ditelusuri pangkalnya. Bermula dari pengajaran
matematika modern, yang ditandai dengan pengenalan konsep himpunan sejak SD,
pada pertengahan 1970-an. Matematika modern dengan konsep himpunan belum
menjadi konsumsi sekolah-sekolah guru sampai pertengahan tahun 1970-an, namun
mereka harus mengajarkannya demi kurikulum. Memang ada penataran kilat dari
pemerintah, yang ternyata belum cukup.
Maka guru dan murid sama-sama
bingung, tapi PR harus selesai. Orangtua terpaksa membantu anaknya di rumah. Si
orangtua yang juga tidak mengerti akhirnya mengajari anaknya setelah baca-baca
sebentar. Inilah efek multiplikasi dari kebingungan.
Yang berbakat matematika, tanpa
kegemaran pada fenomena alam, bisa terjerembab pada segi matematika dari fisika
saja. Dia mahir memecahkan persamaan-persamaan matematika yang sulit dalam
fisika, tapi ia bisa kesulitan menyimpulkan arti fisis dari relasi-relasi
matematika yang ia peroleh. Tidak jarang kelemahan tersembunyi ini terbawa-bawa
sampai mereka masuk ke fakultas-fakultas eksakta: sains atau teknik. Hal ini
pernah dikeluhkan seorang dosen tamu yang expatriate di Jurusan Teknik Fisika
ITB, medio 1980an. Mahasiswa, katanya, banyak yang cekatan menurunkan rumus,
tapi tidak berhasil menyatakan makna fisika dari rumus-rumus itu.
***
KEHADIRAN buku Kartun Fisika, karya
Larry Gonick dan Art Huffman, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) adalah angin segar bagi mereka yang
berkenalan dengan fisika lewat matematika sebagai pintu masuk. Dengan
visualisasi kartun, konsep-konsep fisika diperkenalkan dengan cerita. Persamaan-persamaan
matematika untuk menjelaskan konsep itu dimulai dengan hubungan-hubungan
sederhana dengan operasi tambah, kurang, kali, bagi.
Beberapa konsep yang bisa jatuh
menjadi "abstrak" oleh guru yang tidak mampu, pada buku ini
diperkenalkan dengan baik. Pengertian percepatan negatif, misalnya. Konsep
percepatan negatif diperkenalkan dengan beberapa ilustrasi, yang sebagian
menjadi jembatan untuk memahami konsep gaya.
Ini memang khas cara seorang guru
yang benar-benar guru menjelaskan satu konsep dengan berbagai pendekatan untuk
mempersiapkan murid memahami konsep lain yang terikat dengan konsep tersebut.
Art Huffman, penulis buku ini, memang staf program peragaan pengajaran fisika
di Universitas California, Los Angeles (UCLA) yang mendapat PhD dalam fisika
dari Universitas Washington.
Fisika dengan kartun, dalam arti
kartun sebagai instrumen visualisasi yang membantu pemahaman, mendapat
momentumnya dalam buku ini ketika menjelaskan fenomena kelistrikan dan
kemagnetan. Berbeda dengan mekanika yang bisa diajarkan hanya dengan sketsa
garis dan titik untuk memungkinkan murid mendapat pemahaman yang optimal,
listrik dan magnet di kelas akan lebih muda dipahami dengan alat peraga. Kartun
pada bab tentang listrik dan magnet dalam buku ini sangat membantu pembaca memahami
konsep-konsep tersebut tanpa hadir di kelas peraga.
***
PENYAKIT terbesar pada penulis buku
pelajaran di sekolah di Indonesia adalah ketidakmampuan mereka membuat cerita,
story, ketika menjelaskan konsep-konsep fisika. Selipan cerita tentang tokoh-tokoh
fisika penemu, apalagi pememang Nobel, hampir tak pernah ditemukan dalam
pelajaran sekolah.
Kartun Fisika yang diterbitkan tahun
2001 oleh KPG dan versi Inggrisnya, The Cartoon Guide to Physics, beredar mulai
tahun 1990 dengan cerdik menyisipkan beberapa cerita mengenai peran
Aristoteles, Galileo, Newton, Einstein dalam fisika, sampai isu-isu fisika yang
masih tingkat wacana seperti Big Bang.
"Selama berabad-abad, para
fisikawan berada di bawah bayang-bayang Aristoteles..." (halaman 18), atau
"Berkat kejeniusan Galileo, kita bisa mengatakan tidak perlu untuk
mempertahankan benda tetap..." (19), atau "Setelah sedikit
berdiskusi, ilmuwan menemukan cara menyatakan sifat momentum secara
ilmiah..." (69) sepintas lalu terkesan trivial. Akan tetapi, mereka yang
gemar membaca sejarah perkembangan sains akan mengerti betapa cerita-cerita
seperti ini perlu sekali diperkenalkan sebagai informasi penting bagi siapa
saja yang mau berkenalan dengan fisika secara lebih utuh.
Buku ini terdiri dari dua bagian
besar bidang fisika: mekanika serta listrik dan magnet. Masing-masing terdiri
dari 11 bab dan 13 bab. Kecuali perkenalan kepada elektrodinamika kuantum di
bab terakhir, urutan-urutan bab ini memang konvensional. Namun, penyajian dan
cara bertuturnya tidak diragukan lagi memperlihatkan betapa si penulis dan si
pembuat kartun mengerti bagaimana membuat fisika lebih mudah dimengerti.
Bab 12 dimulai dengan,
"Sekarang kita beralih dari ilmu mekanika ke listrik dan magnet. Dalam
ilmu mekanika, kandungan inti materi disebut massa. Dalam ilmu listrik, konsep
dasarnya adalah muatan". Grand opening luar biasa yang hanya bisa ditulis
seorang yang mengerti betul fisika dan masa depannya. Massa dan muatan: inilah
dua dari sekian proyek fisika yang belum tuntas dikupas habis sejak Aristoteles
"menguasai" fisika 2.300 tahun lalu sampai saat ini.
Tidaklah berlebihan Arno Penzias,
penerima Nobel Fisika tahun 1978, dalam sampul belakang buku ini dikutip
mengatakan, "Saya benar-benar menyukai buku ini sebagai hiburan, sekaligus
mendapatinya sebagai alat bantu pengajaran yang berguna. Saya selalu memberikan
buku ini sebagai tanda 'terima kasih'."
Kartun Fisika adalah kado yang tepat bagi mereka
yang mau melengkapi pengertiannya tentang fisika, tapi juga untuk mereka yang
mau swabelajar fisika untuk kesenangan maupun untuk suatu keperluan.
No comments:
Post a Comment