Air sumber kehidupan, itu tidak bisa dipungkiri lagi. Tanpa air tidak ada kehidupan di muka bumi ini. Air juga menjadi salah satu masalah di tempat penugasanku, Runus Kec. Elar, Kab. Manggarai Timur, NTT. Awal penugasan sekitar Januari Hingga Juni, alhamdulillah air masih lancar. Walaupun untuk mendapatkannya harus
menempuh jarak sekitar 100 meter dari rumah. Sumber airnya berupa pancuran dari pipa kecil yang kemudian ditampung dalam sebuah kolam yang berukuran sedang, setinggi lutut. Di awal penugasan ini, boleh dikatakan air melimpah, kadang meluap karena kolam tidak mampu menampungnya lagi. Kami mengambil air menggunakan jeregen berukurang sedang dengan kapasitas isi 5 liter. Melimpahnya air diawal-awal penugasan disebabkan karena pada saat itu sedang musim penghujan.
menempuh jarak sekitar 100 meter dari rumah. Sumber airnya berupa pancuran dari pipa kecil yang kemudian ditampung dalam sebuah kolam yang berukuran sedang, setinggi lutut. Di awal penugasan ini, boleh dikatakan air melimpah, kadang meluap karena kolam tidak mampu menampungnya lagi. Kami mengambil air menggunakan jeregen berukurang sedang dengan kapasitas isi 5 liter. Melimpahnya air diawal-awal penugasan disebabkan karena pada saat itu sedang musim penghujan.
Mulai memasuki bulan Juli keadaan berubah. Sedikit demi sedikit debit air yang keluar dari pancuran semakin sedikit. Berhubung karena pada bulan ini mulai terjadi perubahan musim. memasuki musim kemarau. Di bulan Juli, walaupun debit airnya berkurang, tetapi kita masih bisa mandi, mencuci dan ambil air dengan bebas.Kondisi mulai menjadi sedikit menghawatirkan ketika memasuki bulan Agustus, yang mana waktu itu juga bertepatan dengan bulan Ramadhan. Debit air semakin mengecil. Untuk mengisi 1 jergen ukuran 5 liter saja membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Lumayan bosan menunggu, belum lagi kalau harus antri. Dan setiap orang biasanya bawa 10-an jergen. Alhasil jatah mandi, jatah mencuci dikurangi lebih dari 50 %. Terkadang kami hanya bisa mandi satu ember kecil. Itupun jika beruntung.
![]() |
Penampungan yang mengering |
Berhubung karena waktu itu kami juga sedang berpuasa, maka setelah makan sahur kami biasanya beramai-ramai ke kolam menimba air. Mumpung warga masih pada tidur... Kami bagi pekerjaan, ada yang mengambil air langsung dari pancuran untuk masak dan minum kami. Dan beberapa orang mengambil langsung dari kolam untuk keperluan MCK dirumah. Sehingga kolam kami buat kosong. Air yang ada di kolam waktu itu juga tidak banyak, hanya setinggi 1/4 dari tinggi kolam.
Dan kehebohanpun terjadi saat warga melihat kolam sudah kosong. Mereka cuma bisa pasrah menerima kenyataan. Lagian mereka juga sudah terbiasa tidak mandi.... hehehhe.
Sejak saat itu air sudah menjadi sesuatu yang diperlombakan. Intinya siapa cepat dia dapat. Kadang juga kami tidak dapat air, tapi karena memang pada dasarnya masyarakat Runus itu baik. Mereka dengan ikhlas memberikan 1 atau 2 jergen airnya.
Untuk mendapatkan air, warga sampai menunggu di pancuran semalaman. Mereka membawa kopi sebagai teman menunggu dan membuat api unggun disekitar kolam. Begitu susahnya air di sini pada musim kemarau.
![]() |
Bekas api unggung disekitar penampungan air |
Kadang jika tidak mendapat air dan harus mengajar jam pertama. Dengan ikhlas tubuh ini hanya menerima usapan dari tissu basah.
Kekurangan air akan terus berlangsung hingga bulan November. setelah memasuki bulan Desember, debit air kembali besar.
Foto dibawah ini adalah anak-anak yang sering membantu kami mengambil air. Dengan upah sebiji permen mereka sudah kegirangan luar biasa....
No comments:
Post a Comment