Masa kecil memang masa paling gokil. Ada banyak kenangan yang sungguh saying untuk dilupakan, membuat kita sering me-replay memori kita ke masa-masa itu. Termasuk kenangan saat pertama kali bangun sahur.
Masih tersimpan walaupun sedikit agak samar dalam ingatan saat dibangunkan untuk yang pertama kalinya makan sahur. Waktu itu saya berumur sekita 6 tahun, kelas 1 SD. Sungguh berat rasanya bangun dari tidur yang nyaman untuk makan sahur. Apalagi malam di desaku begitu dingin, sampai menusuk tulang. Berkali-kali ibu menarik selimut saya, berkali-kali pun saya menutupi kembali tubuh saya dengan selimut. Padahal sore hari sebelumnya saya begitu semangat saat tahu kalau saya ingin dibangunkan juga makan sahur, karena kata ibu saya sudah cukup umur untuk mulai belajar puasa.

Ibu kembali datang membangukan saya, sambil menginformasikan bahwa menu makan sahurnya sudah matang. Saya hanya meng-iya-kan sambil bergumam, habis itu kembali bergumul dengan mimpiku di bawah selimut…
“Nak, ayo… Bangun!!!” Ibu kembali datang dan menarik selimut saya. Menarik seluruhnya sehingga saya tidak dapat meraihnya untuk kembali menutupi tubuh saya.
“Katanya sudah mau puasa, ayo bangun dong, tuh ayam gorengnya sudah siap” bujuk ibu lagi
“Cuci muka, trus ke meja makan yah?” lanjut Ibu
“Dingin… nggak usah sahur yah?” Jawabku
“Ngak boleh kayak gitu, mana bisa tahan kamu. Ayo cepat, masa kalah sama adik kamu. Dia udah bangun dari tadi lho”
“Ayo… bangun, cuci muka trus ke meja makan yah!” Lanjut Ibuku
Ibu keluar dari kamar mendengar suara adik yang memanggil. Kami hanya bertiga di sini, di perumahan sekolah di sebuah desa di kaki gunung bawakaraeng. Sedangkan Ayah di Kota. Ayah memang tinggalnya di Kota sedangkan kami harus tinggal di sini karena Ibu bertugas sebagai guru di salah satu SMP.
“aduh…belum bangun juga”
Ibu kembali datang kekamarku. Kali ini menarik sarung yang kupakai. Saya belum bergerak sedikitpun, masih menikmati empuknya kasur. Tiba-tiba kakiku terasa sangat dingin. Begitu dingin hingga terasa membeku. Saya coba menggerakkannya, terasa sulit. “Waduh.. ada apa ini, mimpikah?” tanyaku dalam hati, dalam keadaan ada dan tiada. Makin lama terasa semakin dingin, aku membayangkan kakiku berubah menjadi es batu dan kemudian retak lalu hancur berantakan….
“Ibuuuuuuuuuuuuu……” Teriakku
Kubuka kedua mataku lalu kuraba kedua kakiku. Wah, ada Handuk basah. Kulirik Ibu sedang tertawa di dekatku sambil menyingkirkan handuk basah itu dari kakiku. Rasa kagetku membuyarkan rasa ngantukku seketika.
Sayapun beranjak ke meja makan tanpa cuci muka, hanya berkumur-kumur saja. Dingin begitu menusuk setiap pori-pori kulit menembus hingga ke permukaan tulang bagian dalam. Saya pun duduk terbungkus rapi dengan selimut tebal. Di meja terhidang menu favoritku, ayam goreng dan bakwan udang. Rasa ngantukku betul-betul hilang saat itu, hanya dingin yang masih sedikit terasa di ujung kaki.
Sampai saat ini, saat sahur bersama dengan keluarga, kadang cerita ini menjadi guyonang yang cukup menghibur, sangat lucu saat Ibuku yang menceritakannya. Menyegarkan kami dengan kenangan-kenangan masa lalu.
A moment to remember!Terima kasih!
Desa Botolempangan, Sinjai Barat
No comments:
Post a Comment