Menembus Gelap Meraih Impian

Sinjai, Agustus 1999

"Ibu Aku berangkat dulu." Teriakku pagi itu
Hari ini Aku akan mengikuti lomba mata pelajaran tingkat sekolah dasar (SD) di Kecamatan. Berbagai persiapan telah kulakukan, termasuk bimbingan intensif dari guru kelasku. Aku berjalan ke sekolah lebih cepat dari hari biasanya dengan antusias dan penuh semangat.
Sekolah masih sepi, hanya penjaga sekolah yang nampak berdansa dengan sapu lidinya menyapu setiap dedaunan yang dirontokkan oleh angin semalam.  Dari kejauhan Aku melihat Pak Basri telah menunggu, kami akan ke kecamatan mengendarai sepeda motor.
Ini kali pertama Aku mengikuti kegiatan lomba semacam ini. Bangga tentunya dapat mewakili sekolahku di tingkat kecamatan, namun tak dapat dipungkiri rasa gugup begitu menyelimutiku. Pak Basri tak henti-hentinya memberiku motivasi dan menyuruhku untuk tidak perlu tegang. Kadang Ia menceritakan hal-hal lucu untuk mengusir rasa gugupku.
Di Kecamatan, lomba diadakan di salah satu sekolah dasar. Ada banyak siswa dari berbagai sekolah dasar di Kecamatan Sinjai Barat yang berkumpul di tempat itu. Ada yang tampak tegang dan gugup seperti yang kurasakan, namun ada juga yang kelihatannya tampak santai dan terlihat tenang. Yang jelas mereka semua sainganku, pikirku.
Ada 20 orang siswa yang akan mengikuti lomba itu. Mereka semua tentunya mempunyai harapan yang sama denganku, menjadi Juara dalam lomba ini.
Lomba diadakan selama satu jam setengah. Dan pengumuman hasil Lomba akan diumumkan tiga hari kemudian. Ada sedikit rasa lega setelah lomba selesai, namun perasaan itu kemudian sedikit demi sedikit terkikis oleh perasaan cemas, apakah bisa meraih gelar juara atau tidak? Aku membawa perasaan cemasku hingga hari pengumuman.
* * *
Pak Basri memanggilku ke ruang guru dan menyampaikan bahwa Aku menempati urutan ke dua dalam lomba yang diadakan tiga hari yang lalu. Dengan tersenyum sambil menepuk pundakku Dia mengucapkan selamat. Pak Basri kemudian mengajakku ke kantin untuk menikmati semangkuk makanan kesukaanku, bakso. Hehehe.
Senyum Pak Basri tadi masih menulariku, senyum itu terus menghiasi wajahku. Ingin rasanya cepat-cepat pulang dan menyampaikan hal ini pada Ibu.
Dan tidak kusangka senyum yang penuh rasa bangga dan haru itu kembali terasa setelah 13 tahun berlalu, di sini di pulau Flores.
* * *
Runus, Selasa 10 April 2012

Hari ini Aku tidak ke sekolah. Kebetulan tidak ada jam mengajar dan ada undangan dari pengurus kombas. Undangan untuk menghadiri acara syukuran. Acara ini dihadiri oleh hampir semua warga kombas. Syukuran atas kemenangan tim sepak bola kombas dalam laga perayaan paskah 2012 kemarin. Acara sederhana yang diselimuti dengan suasana kekeluargaan dan kebersamaan.
“Ini ka pak, kombas kami baru juara lagi setelah sekian lama, makanya kami rasa perlu ada syukuran”. Ungkap Ketua kombas yang duduk tepat disebelah kiriku. Aku hanya mengangguk mendengar ceritanya yang panjang. Sesekali kuselipkan senyuman diselah anggukan itu. Sebagai pemanis.
Tiba-tiba ponselku berdering. Rupanya ada SMS dari Pak Toby. “Pak, anak-anak yang sudah dipersiapkan untuk lomba cerdas cermat harap di hubungi, kalau bisa besok sudah ke Lengko Elar.”
Aku sedikit kaget membaca pesan itu. Aku pun membalas pesan Pak Toby. “Koq mendadak Pak? Ini sudah pulang sekolah, bagaimana mengumpulkan mereka? Bagaimana kami ke Lengko Elar? Saya pikir kita akan berangkat hari Jumat Pak ?”
Lomba cerdas-cermat, kami memang berencana untuk berpartisipasi sejak awal. Tiga orang anak yang akan mengikuti lomba ini telah Kami pilih. Ketiganya telah dibimbing sejak minggu lalu. Tapi perayaan paskah selama seminggu kemarin, membuat bimbingan tidak berjalan optimal. Sekitar satu jam sehari, itupun hanya berlangsung selama tiga hari. Bimbingan rencananya akan Kami maksimalkan dalam tiga hari berikutnya sebelum Kami berangkat. Tapi kalau harus ke Lengko Elar sekarang, bagaimana bisa?
Aku adalah guru bantu yang di tugaskan di sini bersama enam orang temanku. Kami semua berasal dari Makassar dan di tempatkan di SMP Negeri 6 Elar. Sekolah yang terletak jauh di atas awan di Dusun Runus, Kecamatan Elar, Kab. Manggarai Timur, NTT. Kami akan mengabdi di sini selama satu tahun sejak Januari 2012.
Pesan Pak Toby membuyarkanku. ”Jgn marah ew pak. Sy sdh hubung oto Ardiles, katanya tdk ke Lengko Elar hr Jumat. Hanya berangkat besok Pak. Makanya kalau bisa Bapak ke Raong hari ini sama anak-anak. Besok pake oto ardiles sudah ke Lengko Elar.”
            “Ada apa Pak?” tanya Ketua Kombas
            “Ini Bapa, ada pesan dari Pak Toby, disuruh ke Raong sekarang.”
            “ Mau apa Pak?
Aku pun menjelaskan semuanya secara terperinci. Sampai mereka semua mengerti. Salah satu tamu, yang kebetulan orang tua salah satu anak yang ingin mengikuti lomba bergegas pamit. Katanya ingin menyampaikan kabar ini ke anaknya. Aku juga ikut pamit, ingin menyampaikan ke anak yang lainnya.
Tidak lama setelah meninggalkan rumah itu, ponselku berdering. Kembali SMS dari Pak Toby. “Pak, sebentar ke Raong saja. Disana cari rumah Pak Kos kepsek SDK Runus, saudara mereka Bu Ret. Saya sudah hubung dia tadi. Entar bapak nginap dirumahnya. Besok baru naik oto ardiles ke sini”
            Aku mengiyakan pesan itu dan bergegas menuju rumah Sinta, salah satu anak yang akan ikut. Tiba di rumah Sinta, aku langsung minta izin ke orang tuanya untuk segera menyuruh Sinta mempersiapkan diri. Yang jadi masalah sekarang, si Ferty. Ferty rumahnya agak jauh dan sinyal disana sangat susah. Jalan kaki kesana pasti akan memakan banyak waktu.
            Aku terus mencoba menghubungi Ferty, siapa tau saja bisa nyambung. Tapi hasilnya nihil.
Tiba-tiba ada pengendara motor, seorang pemuda yang kebetulan tetangga Ferty. Akupun meminta tolong untuk menyampaikan pesan ke Ferty, agar secepatnya bergegas ke posko karena Kami akan segera ke Raong.
            Satu masalah selesai, semua anak sudah diberitahu untuk segera berkumpul di posko. Aku bergegas pulang mempersiapkan diri dan menginformasikan kepada teman yang lain. Rencananya kami akan berangkat berlima, Aku, Pak Tamsil, Pak Akmal, Bu Seny dan Bu Marwah. Mereka ikut serta, karena kebetulan ingin berbelanja di Ruteng untuk kebutuhan bulanan. Sekali jalan aja pikirnya, nanti dari Lengko Elar langsung ke Ruteng.
Jam sudah menunjukan pukul 16:25 Wita, tapi anak-anak belum menampakkan batang hidungnya. Sedangkan menurut warga setempat perjalanan ke Raong memakan waktu empat jam. “Kami bisa kemalaman di jalan”. Pikirku.
Menurut Pak Toby, mengikuti lomba ini sebenarnya hanya akan membuang waktu saja. Karena sebelum lomba di mulai sebenarnya pemenang sudah diketahui, yakni sekolah tuan rumah. Tapi Aku kembali menekankan, bahwa tujuan utama kita bukan untuk menjadi pemenang, walaupun tidak dapat dipungkiri hal itu juga menjadi impian Kita. Kita hanya ingin menunjukkan kalau kita ada dan juga bisa berpartisipasi di kegiatan Kecamatan. Seperti yang telah kami lakukan bulan lalu, ketika kami mengikuti kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) di Kecamatan. Walaupun harus berjalan kaki selama delapan jam waktu itu, namun anak-anak begitu bersemangat dan berhasil menunjukkan bahwa beberapa dari mereka berhak untuk gelar pemenang, bahkan ada tiga orang siswa kami yang kembali berlaga di tingkat Kabupaten. Sempat menjadi trending topic di Runus selama seminggu. Begitu membanggakan, bukan hanya membaggakan warga sekolah, tapi membanggakan seluruh masyarakat Runus.
 Sejalan dengan hal itu, mengikuti lomba ini juga Kami maksudkan untuk melatih mental anak-anak, melawan rasa minder, menumbuhkan semangat kompetisi yang sportif dan mencoba melihat dunia lain di luar Runus.
Tidak lama kemudian mereka bertiga sudah datang, lengkap dengan tas dipundaknya. Tapi Sinta menyampaikan bahwa dia akan di antar pamannya dengan sepeda motor, begitu juga dengan Grein.
“ Yah ngak apa-apa, justru bagus kalau begitu, Grein kan memang gak kuat jalan” kataku.
Baik sudah, kalau begitu kami berangkat duluan yah, takutnya kemalaman di jalan.”
Kami pun berangkat, diiringi lambaian tangan dan dukungan dari mama-mama yang datang ke posko. Sementara Grein dan Sinta masih menunggu tumpangan mereka. Kami berangkat berenam dan akan melalui jalan pintas. Ferty menjadi penunjuk jalan.
***
Sekitar dua puluh menit kami melalui jalan-utama, Kami pun sampai di Mulu. Letak jalan pintas menuju ke Raong. Di Mulu kami bertemu beberapa anak dan mengantar Kami ke jalan pintas yang dimaksud. Saat itu jam menunjukan pukul 15:40 Wita. Matahari mulai menuju peraduannya saat kami mulai melewati jalan menurun. Jalan setapak yang sempit dan sedikit licin. Sesekali kami harus berpegangan pada rumput liar di tepi jalan hanya sekedar untuk membantu menahan bobot tubuh kami. Semua puasa suara, masing-masing larut dalam pikirannya.
Tidak beberapa lama kemudian, Kami tidak lagi melewati jalan yang menurun. Aku mencoba menengok kebelakang, “Wow… rupanya kami baru saja turun gunung” Pikirku. Sementara matahari sudah tidak menampakkan keperkasaannya lagi. Hanya sisa-sisa sinarnya yang Kami gunakan untuk melangkah kembali. Kali ini kami berjalan melewati pematang-sawah. Ada sekitar lima petak sawah di tanah datar ini. Kadang kami harus merelakan kaki kami terjerembab dalam lumpur. Rupanya gelap malam mulai menyerang dan memperpendek jarak pandang kami.
Berbekal senter dari ponsel. Kami mencoba menembus gelap, melangkah bersama. Tersisa kurang lebih sepuluh meter pematang sawah lagi yang harus kami lalui. Tepat di samping sawah terakhir ada sungai kecil yang mengalir tidak terlalu deras. Bergantian kami menyebrangi sungai itu dengan melompat dari satu batu ke batu yang lain. Sementara teman yang satunya melompat, yang lainnya mengarahkan senter ke batu-batu yang akan di pijak.
Sesekali Bu Marwah bertanya ke Ferty, “Sudah dekat kah?” Ferty menjawab sudah. Katanya sebentar lagi sampai di jalan-utama. Tapi perlu diketahui konsep dekat orang-orang disini jauh berbeda. Dekat itu bisa melewati satu bukit atau bahkan dua bukit. Hehehe.
Memastikan semua telah menyebrangi sungai, kami kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini kami melewati kebun kopi yang menanjak. Ferty berada di barisan paling depan sebagai penunjuk jalan disusul berturut-turut oleh Bu Seny, Bu Marwah, Pak Akmal, Pak Tamsil dan Aku di barisan paling belakang. Kebun kopi yang kami lalui tampak luas, ada beberapa pohon kemiri yang besar di sela-selanya. Aku mencoba memulai percakapan. Mengankat bahan cerita yang tidak terlalu penting sebenarnya, hanya untuk meramaikan malam yang semakin gelap itu.
Jam sudah hampir menunjukan pukul 19:00 Wita, tapi jalan-utama yang di maksud Ferty belum juga kelihatan. Sesekali kami harus berhenti, karena Bu Marwah kecapaian mendaki. Atau berhenti karena Pak Akmal yang kaget karena merasa sedang menginjak ular.
Saat itu entah ada kekuatan dari mana, sehingga ketakutan-ketakutan Kami hilang di telan gelap malam. Bunyi-bunyian serangga menjadi instrument lagu hati kami yang tidak pernah berhenti bernyanyi. Berharap segera melihat ujung perjalanan kami ini dan segera sampai di jalan utama.
Tidak lama kemudian Kami pun sampai di jalan-utama. Sebuah jalan berbatu yang hanya selebar satu setengah meter. Kamipun sepakat untuk beristrahat ditempat itu. Makan snack dan mengabadikan sedikit moment wajah-wajah lelah kami.
Rasanya seperti berada dalam ruang tampa tak bertepi, tak ada setitikpun cahaya. Bulan dan bintang malam ini absen menghiasi langit, bahkan kunang-kunang pun tak menampakkan kerlipannya, gelap gulita. Aku mencoba menelusuri setiap inci tepi jalan dengan mataku. Tak ada satupun rumah penduduk yang tampak. Hanya ada gubuk di tengah ladang. Entah ada dimana kami, hanya Tuhan dan Ferty yang tahu. Hehehe.
“Siapa tau aja entar ada mobil truck lewat, kita bisa numpang” Kata Pak Akmal memecahkan lamunanku. Kami hanya tertawa mendengar ucapannya. Jangan terlalu berharap.
Istrahat sejenak. Di jalan-utama setelah mendaki.
Jam ditangan sudah menunjukan, pukul 09:30 Wita. Kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan. Di sisi kanan jalan tampak hutan yang mencekam, sementara di sisi kirinya ada ladang ataupun kebun kopi. Aku menginstruksikan agar mereka berjalan di bagian tengah jalan. Karena jangan sampai ada ular yang tiba-tiba menyapa dari balik ranting-ranting pohon. Atau mungkin sundulan babi hutan yang terusik.
Tidak lama setelah berjalan, tiba-tiba ponselku berdering. Sudah ada sinyal rupanya. Pak Toby menelpon dan menanyakan posisi kami sekarang. Dia juga mengingatkan untuk mencari rumah Pak Kos, kepsek SDK Runus yang menetap di Raong. Kami akan menginap di rumahnya malam ini.
Setelah berjalan sekitar 200 meter, dari kejauhan nampak ada cahaya. Rupanya ada rumah penduduk di depan sana. Kami pun langsung bersemangat dan mempercepat langkah, mungkin saja rumah Pak Kos sudah dekat di sekitaran cahaya itu. Tapi ternyata menurut Ferty kampung yang di depan itu bukan Raong. Masih harus melewatinya sebelum sampai ke Raong.
***
Aku singgah di rumah pertama yang kami dapat di kampung itu. Aku memberi salam, tapi tidak di jawab. Padahal aku jelas-jelas melihat ada orang dari balik jendela. Aku kembali memberi salam, tapi masih saja tidak di gubris. “Ada apa yah? Mungkin mereka belum pernah melihat orang ganteng yah… Hehehe.” Pikirku. Bercanda! Aku menyuruh Ferty untuk menyapa dan bertanya letak rumah Pak Kos. Sementara teman yang lain menunggu di tepi jalan. Dan benar saja, setelah Ferty yang memberi salam, salah satu dari penghuni rumah pun keluar dan menyapa kami. Dia memberikan informasi dalam bahasa mereka. Aku hanya mangguk-angguk.
Menurut Ferty, Rumah Pak Kos tidak jauh lagi. setelah melewati sekolah SD di depan sana, kami harus belok kiri dan berjalan hingga mendapat perempatan jalan. Di perempatan jalan itu ada tiga rumah yang berderet, rumah Pak Kos berada pada deretan ke tiga.
Mendengar informasi itu, rasanya senang sekali. Kami kembali melangkah bersama, namun  kali ini sedikit lebih tidak-menegangkan. Sudah ada beberapa rumah penduduk yang kami lihat. Rumah yang seperti rumah penduduk Runus juga pada umumnya. Yang atap dan dindingnya terbuat dari bambu dan berlantaikan tanah. Nampak ujung pelita dari dalam rumah menari-nari di tiup angin, memancarkan cahaya menembus sela-sela dinding bambu.
Pukul 20:30, akhirnya Kami sampai di rumah Pak Kos. Kami di sambut oleh saudara iparnya, karena kebetulan Pak Kos beserta istri tidak ada di kampung. Di situ sudah ada Sinta dan Grein. Katanya mereka tiba sekitar dua puluh menit yang lalu.
Kami diberi jamuan makan malam, sangat sederhana namun terasa sangat nikmat setelah menempuh perjalanan panjang. Di rumah inilah kami beristrahat, memberikan kesempatan kepada tubuh kami untuk melemaskan otot-ototnya. Perjalanan ke Lengko Elar akan Kami lanjutkan besok subuh. Raong tidak sedingin Runus malam ini
***
Raong, Rabu 11 April 2012

Tepat pukul 04:00 oto Ardiles  yang akan kami tumpangi sudah ada di depan rumah. Dengan cepat Kami bangun dan mengambil tas serta barang bawaan Kami yang lainnya. Kami pamit dan segera naik ke oto. Tampa harus mencuci muka dan sebagainya. Di sini oto tidak akan menunggu lama. Kami harus memakai pakaian yang lengkap sebelum tidur, sehingga begitu oto datang, Kami langsung naik tampa harus menunggu lama.
Oto yang Kami tumpangi begitu sesak. Penuh dengan kopi hasil panen dan beberapa hewan ternak seperti babi dan ayam, juga beberapa ekor anjing. Bau yang menyebar membuat rasa kantuk Kami hilang, ditambah lagi dengan kondisi oto yang memang tidak mendukung untuk melanjutkan tidur. Angin fajar begitu menusuk, jaket bajapun tak mampu menghalaunya. Aku hanya diam sambil melihat ke luar ke tepi jurang yang sewaktu waktu dapat menelan kami di pagi buta ini. Sesekali Aku menengok ke belakang, melihat ke tiga anak didikku yang rupanya masih di kuasai oleh rasa kantuk.
Menjelang pagi, Matahari mulai muncul saat kemarin sempat meninggalkan kami. Semakin banyak penumpang yang menggunakan jasa oto ini. Mendekati pukul 06:00, banyak siswa-siswa SMA yang juga menumpang, bahkan ada yang naik ke atap oto karena tidak ada lagi tempat untuk duduk dan bergelantung di sisi-sisi oto. Aku terheran-heran sekaligus khawatir melihat mereka. Tapi harus bagaimana lagi, ini satu-satunya kendaraan yang bisa mereka tumpangi. Mereka beruntung karena hari ini ada oto sehingga tidak perlu berjalan kaki hingga beberapa kilometer untuk sampai di sekolahnya.

Suasana Oto Ardiles. beberapa menit sebelum kami tiba di Lengko Elar
 ***

Lengko Elar, Rabu 11 April 2012


Setelah naik oto kurang lebih selama 3 jam, akhirnya Kami sampai di kota kecamatan, di Lengko Elar. Kami langsung menuju rumah Pak Toby. Kami disuguhi sarapan berupa segelas kopi pahit dan sepiring ubi rebus. Setelah sarapan kami beristrahat. Rasa lelah berangsur-angsur menghilang.

Sementara itu Pak Toby ke Dinas PPO untuk memastikan waktu dan tempat lomba akan diadakan. Sekaligus mendaftarkan kembali nama-nama anak didik kami yang akan mengikuti lomba tersebut.

Setelah cukup beristrahat, Kami mandi di sungai, merilekskan diri menikmati pijatan-pijatan dari aliran sungai yang jernih. Sudah lama Aku tidak menikmati keseruan saat mandi di sungai seperti ini. Sangat menyenangkan.

***

 Aku mengajak ke tiga siswaku untuk belajar bersama. Membahas lagi kemungkinan-kemungkinan soal-soal yang akan naik di lomba. Aku bersyukur mereka begitu bersemangat dan nampak bergairah mengikuti lomba ini. Mereka cepat menyerap pelajaran dan pengetahuan yang di sampaikan. Dengan begini Aku merasa yakin mereka bisa memberikan yang terbaik. Untuk menjaga agar semangat mereka tetap terjaga, Aku menyuruh mereka menonton film Laskar Pelangi di Laptop. Dan benar saja, mereka nampak begitu termotivasi dengan film ini. Salah satu dari mereka tiba-tiba berkata bahwa mereka yakin bisa dan akan memberikan yang terbaik. Rasa haru sedikit menusuk hatiku. Aku meng-aamiin-kan perkataannya.

Demikianlah tiga  hari di rumah pak Toby Kami habiskan dengan belajar dan mempersiapkan diri se-maksimal mungkin, kembali hanya untuk memperlihatkan bahwa kami ada dan bisa bersaing walaupun kadang keberadaan kami tidak terdeteksi.

***

Lengko Elar, Jumat 13 April 2012

Hari ini setelah sarapan, tiba tiba pak Toby memanggilku. Dia meminta maaf dan memperlihatkan  surat dari dinas PPO. ternyata lombanya tidak jadi diadakan besok, akan ditunda hingga Sabtu depan. Aku langsung kaget, dan merasa tidak adil. kenapa tidak ada penyampaian sebelumnya dari dinas PPO. Kami terlanjur ada di Kecamatan, dan kalau kami kembali ke Runus, Aku nggak yakin bisa kesini Sabtu depan. Mengingat perjalanan kami untuk sampai di sini, rasanya Aku juga tidak tega menyampaikan hal ini kepada mereka. Mereka pasti akan kecewa.
Dilema rasanya. Pak Toby kemudian menghampiriku dan menyarankan bagaimana jika Kami tinggal saja disini sampai Sabtu depan. Mengenai izin dari sekolah katanya akan diatur olehnya. Karena akan disayangkan jika kami pulang tampa berkompetisi. Dan seperti yang saya katakan tadi, untuk kembali kesini Sabtu depan itu rasanya tidak bisa. Ke empat rekanku pun sependapat dengan Pak Toby.  

Akhirnya akupun menyampaikan hal ini kepada ketiga anak didikku. Nampak jelas kekecewaan yang terpancar dari wajahnya. Katanya akan semakin lama juga deg-degannya. Tapi mereka semua setuju untuk menunggu hingga Sabtu depan. Aku cuma menyampaikan kepada mereka, bahwa untuk mencapai impian kita itu, kadang tidak semulus dengan apa yang kita pikirkan, ada banyak rintangan yang kita harus lewati dulu. Rintangan itu kita harus lalui untuk membuktikan bahwa kita memang layak untuk mencapai impian itu. Aku berharap semangat mereka tidak kendor karena penundaan ini.

Sementara Kami menunggu hingga Sabtu depan. Bu Marwah, Bu Seny, Pak Tamsil dan Pak Akmal menuju Kota Ruteng. Untuk belanja bulanan. Dari Ruteng nantinya akan langsung ke Runus, mereka yang akan menggantikanku sementara waktu mengajar di kelas.

***

Lengko Elar, Sabtu 21 April 2012


Hari dinantikan telah tiba, Kami bangun lebih awal, sarapan dan bersiap untuk berangkat ke dinas PPO. Tempat lomba akan diadakan. Anak-anak tampak tegang dan tidak tenang.

Sebelum berangkat aku kumpulkan mereka, mengatakan kalau kita kesini untuk menunjukan kalau kita ada. Kita punya mimpi untuk mengikuti lomba, dan sekarang kita ada di sini untuk lomba itu. Kita juga bermimpi untuk menjadi pemenang lomba, tapi apapun hasilnya sebentar, sebenarnya kita telah menjadi pemenang dengan adanya kita di sini. Kita telah memenangkan puluhan kilometer untuk sampai di sini, kita telah memenangkan rasa takut untuk sampai di sini, kita telah memenangkan kesabaran menanti untuk sampai di hari ini, dan lain sebagainya. Sudah banyak kemenangan yang kita raih. Mengenai memenangkan lomba, itu hanyalah kemenangan kesekian. Tidak perlu terbebani, lakukan dan berikan saja yang terbaik dari yang kalian miliki. Dan yang terkhir, kalian harus yakin pada diri kalian, kita berada jauh di tempat yang tak terjamah bukan berarti kita tidak dapat bersaing. Buktikan pada mereka.

Setelah itu Kami yel-yel, seperti yang sering dilakukan di kelas. Untuk membangkitkan semangat kami. Aku juga menyuruh mereka semua saling menggelitik, biar bisa tertawa lepas mebuang semua beban yang ada. Hehehe.

Kami pun berangkat ke dinas PPO. Dan tiba 30 menit lebih awal dari jadwal. Di sana sudah nampak peserta-peserta Lomba dari berbagai SMP di Elar. Termasuk SMP sekolah tuan rumah.

Lomba pun dimulai tepat pukul 08:00 Wita. Ada tiga  babak dalam lomba, dan apa yang dikatakan Pak Toby memang benar adanya. Nampak dengan sangat jelas usaha untuk memenangkan tuan rumah. Kami hanya dapat mengelus dada, mau protes pun tidak ada gunanya. Aku hanya memberi kode dari jauh kepada anak-anakku untuk tetap tenang.

Lomba berlangsung selama dua jam. Dan cukup menegangkan. Menegangkan karena banyak protes dari penonton. Sungguh kasihan, ajang lomba seperti ini harus di warnai kecurangan. Hanya akan mematikan semangat kompetisi anak-anak. Di sini harusnya anak-anak belajar bagaimana bersikap sportif, malah di ajarkan bagaimana cara untuk curang.

Hasil lomba kemudian di umumkan. Maskipun awalnya sempat kecewa dan jengkel, namun rasa itu kemudian hilang melebur oleh rasa haru dan bangga. Anak-anakku keluar sebagai juara ke tiga dalam lomba itu. Juara tiga yang sangat berharga, juara tiga yang diraih dengan penuh perjuangan dan sikap yang sportif tentunya.

Dengan sedikit tertunduk mereka mendekatiku dan meminta maaf, karena hanya bisa menjadi juara ke tiga. Akupun langsung memeluk mereka dan mengatakan betapa bangganya Aku pada mereka. Ini adalah sebuah pencapaian yang besar, Mereka telah menempatkan diri di tiga besar dari semua sekolah sekolah di Elar. Dan yang paling penting posisi itu diraih dengan perjuangan dan kejujuran. Perjalanan kami tidak sia-sia.

Informasi dari pantia, perayaan dan pemberian hadiah akan di adakan sebentar malam. Kami keluar dari tempat lomba menjauhi keramaian. Aku mengajak mereka ke warung bakso di sudut jalan. Mentraktir mereka makan bakso. Makanan yang belum pernah mereka makan sebelumnya. Hehehe.

Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah mereka, mereka adalah anak-anak yang membanggakan. Mereka membuatku semakin mencintai dan mantap memilih profesi ini, menjadi guru. Tahun ini akan menjadi tahun yang paling berarti dalam hidupku.

Itulah salah satu kisah dari sederet kisah kami. Kisah yang mungkin tidak seindah pelangi namun sangat berwarna di hati kami. Bersama mereka anak-anak Runus yang luar biasa.

Terima Kasih!



***

Oto: Mobil
 
Share:

2 comments:

  1. Masih mau dtambahkan foto pak...trus kata2nya sdikit mbosankan tp ceritanya keren pak...teruslah menulis...salut pak

    ReplyDelete
  2. oke.. thankz lritik & sarannya... Bru belajar menulis (Lupa masuk TK dulu, langsung kuliah...kwkwkw)

    ReplyDelete

Popular Posts

Recent Posts

Halaman